Senin, 06 Juni 2011

June 4th, 2011. 2-3am

Jadi, gue ga bisa tidur tuh. Mood gue berantakan, bete ga jelas gitu. Tiba-tiba datanglah pencerahan (?) dan gue tulis yang ada di otak gue. Ini isinya (dengan sedikit perubahan).

"Ini pandangan gue terhadap pendidikan di Indonesia.

Menurut gue, cara pembelajaran di Indonesia kurang tepat untuk tingkat SD/SMP. Kenapa? Selama gue duduk di SMP, cara pembelajaran yang gue terima kurang menarik, kaya berprinsip "Lo (murid) belajar, Gue (guru) ngajar". Kejam ya kesannya? Tapi itu fakta. Beberapa guru yang pernah ngajar gue maupun temen gue (beda sekolah) pasti ada yang kaya gitu. Menurut gue, mereka menunjukkan kesan kurang peduli sama murid. Mereka kurang peduli apakah murid itu udah ngerti atau belum materi yang diterangkan. Emang sih guru biasanya tanya "Siapa yang belum ngerti?" atau semacamnya, dan biasanya ga ada yang angkat tangan, tapi bukan berarti mereka udah ngerti.

Ada juga nih tipe guru yang bukannya ngasih semangat, malah nyepelein sang murid karena prestasi akademiknya yang kurang baik. Menurut gue, guru kaya gitu kesannya sombong. 

Cara mengajar juga sebaiknya dikembangin jadi lebih menarik. Menurut gue, mayoritas sekolah-terutama negeri-cuma "Guru ngajar => Murid nyatet&memperhatikan => Latihan/ulangan", dan biasanya murid dituntut untuk dapet nilai yang bagus. Bagi siswa/i yang pintar mungkin sanggup belajar dengan metode kaya gitu. Tapi gimana nasib yang kepintaran rata-rata? Belom tentu mereka ngerti yang diterangkan gurunya. Menurut gue, mending diselingi hal-hal yang menarik. Bisa contoh cara pembelajaran luar negeri. Guru geografi SD gue, Bu Rina, make lagu buat ngebantu muridnya menghafal. Terbukti berhasil, karena sampai sekarang pun lagu-lagu yang diajarin Bu Rina masih berguna dan membantu banget. Selain itu, cara yang dipake bu Rina bisa ngebuat otak kanan&kiri seimbang, karena make otak kanan. *ceileh apa banget bahasanya*

Guru seni musik SMP juga kreatif. Murid disuruh bikin pagelaran (pensi kecil-kecilan), tapi kelas 7 sama 8&9 beda. Kalo kelas 7, satu kelas dibagi beberapa kelompok (+/- 10 orang) dan yang nonton cuma murid kelas itu+guru seni musik, Pak Paryanto. Kalo kelas 8&9, yang ngadain satu kelas. Jadi diperluin kekompakan, management yang baik, dan tanggung jawab yang lebih besar, karena panitianya pun murid dari kelas itu. Penampilan pun ga cuma murid yang nonton, tapi publik. Bedanya, kalo kelas 9 dinilai sebagai ujian praktek.

Jadi, kita disuruh buat penampilan band, tari (daerah atau modern dance), drama, vokal kreasi (padus+gerak). Semuanya kita sendiri yang buat. Misalkan vokal kreasi, lagu daerah yang mau dinyanyiin+gerakan atas pemikiran kita. Dance juga gitu. Kalo misalkan mau minta bantuan temen di luar SMP sih boleh-boleh aja, tapi yang nanggung bayaran dia kita semua, satu kelas. Panitia tiap kelas juga dipilih atas voting satu kelas. MC juga murid kelas itu. Menurut gue, kegiatan Pak Paryanto ini bermanfaat buat SMA nanti. Lewat kegiatan ini, murid dilatih untuk terjun ke masyarakat. Karena selain tanggung jawab kita semua dilatih, kita juga jadi tahu cara cari dana dengan proposal (mulainya di kelas 8), keberanian di atas panggung juga bisa termasuk ke dalamnya-semua murid wajib tampil di atas panggung, juga mengasah abkat. Siapa tau ada yang punya bakat terpendam ;p

Enough talking about that. Yang mau gue bilang adalah ini. Jadi, beberapa hari setelah pagelaran, Pak Paryanto cerita ke kita, murid 9E.Pak Paryanto cerita tentang pendapat guru yang nonton penampilan kita. Menurut Pak Sigit, yang berbaik hati merekam penampilan kita atas keinginan sendiri, dan Bu Tutik, kegiatan kaya gitu bermanfaat. Murid kaya Mustaqim yang disepelekan beberapa guru karena prestasi akademis kurang mulai tidak disepelekan. Mereka (para guru) melihat bahwa Mustaqim punya bakat di bidang lain.

Jadi, sebenernya pembelajaran dengan otak kanan itu diperlukan. Untuk beberapa murid, belajar sendiri dengan caranya bisa jadi masalah, karena belum tentu mereka sudah menemukan cara yang pas. Apalagi untuk tingkat SMP yang masih tahap pencarian jati diri. Belum lagi siswa yang di bawah "tekanan" lingkungan, atau  keluarga yang nuntun dia untuk dapet nilai bagus/jadi juara kelas.
Biasanya, guru minta murid ngapalin ini itu dan menginginkan murid untuk dapet nilai bagus saat ulangan. Gimana kalo belom ngerti? Tanya. Tapi ada beberapa guru yang malah menyalahkan muridnya saat bertanya. Katanya waktu guru itu nerangin dia ngobrol lah, ga memperhatikan lah. Ada juga guru yang belum ngejelasin apa-apa udah ulangan.

Emang sih tiap guru beda, punya cara tersendiri. Tapi, guru itu bertugas mendidik dan membimbing. Menurut gue, para guru harus mengenali sifat muridnya, jadi temannya, dan bukan menjadi orang yang merasa lebih pinter daripada muridnya."

Percaya atau tidak, itu yang gue tulis malam itu. Tidur jam 3 loh -___- Padahal paginya, jam 6 gue harus bangun untuk persiapan ke sekolah, ngambil hasil UN ckck
*nulis ini pun sampe jam 1:30, ga kelar-kelar haha*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar