Senin, 07 Januari 2013

Ketika mimpimu tercapai...

Saya, Shabrina, hanyalah seorang perempuan berzodiak Scorpio yang berasal dari keluarga yang biasa, anak dari single mother yang sudah membesarkan saya sendiri selama 13 tahun, dan kakak dari seorang adik yang berbeda (hampir) 180 derajat dengan saya. Pada kesempatan ini, saya akan menceritakan kisah saya. Kisah saat salah satu mimpi saya terkabulkan.



Saya berasal dari SMP yang, bisa dibilang, biasa-biasa saja. Murid-muridnya tidak menonjol jika dilihat dari segi akademis. Bahkan dianggap terlalu terkubur. Saya termasuk orang yang menonjol di SMP karena peringkat saya yang, bila dilihat dari satu sekolah ini saja, termasuk tinggi dan nilai saya yang, (sekali lagi) bila dilihat dari satu sekolah ini saja, tinggi. Kenapa saya bisa berada di SMP ini akan saya jelaskan di post lain yang akan saya tulis pada waktu lain :)

Pada awalnya, saya tidak berminat untuk melanjutkan ke SMA saya saat ini. Namun, karena orang tua mengharapkan saya untuk masuk SMA ini, saya pun berusaha untuk menjadikannya impian saya. Seiring berjalannya waktu, saya berhasil menjadikannya salah satu mimpi saya. Saya meningkatkan kemampuan saya di sekolah supaya raport saya tidak jelek. Setiap hari saya mengerjakan soal-soal UN dan pergi ke tempat bimbel meskipun dengan alasan tidak ada kerjaan di rumah. Setiap malam saya usahakan untuk beribadah malam dengan melaksanakan shalat tahajud, berdoa kepada Allah SWT.

Setelah UN selesai, saya mulai mencari-cari soal UM SMA RSBI dan Akselerasi, karena SMA yang saya impikan ini membuka pendaftaran sebelum sekolah lainnya dan dengan tes. Namun, sebelumnya para pendaftar harus meng-input data beserta nilai mereka selama 3 tahun melalui website pendaftaran SMA tersebut agar bisa melanjutkan ke tahap berikutnya. Apabila nilai kurang dari ketentuan yang berlaku, pendaftar dianggap gugur dan tidak bisa mendaftar lagi. Nilai-nilai yang saya peroleh selama tiga tahun, terutama tahun terakhir, langsung saya masukkan dan saya menunggu loading yang saat itu mendadak lemot untuk mengetahui nasib saya selanjutnya. Dan ternyata, nama saya berada di dalam daftar yang berisi sekian ratus pendaftar RSBI yang berasal dari SMP yang mayoritas unggulan. Kurang lebih sebulan kemudian, saya kembali melakukan hal yang serupa untuk mendaftar program akselerasi. Dan nama saya kembali tercantum dalam daftar pendaftar yang jumlahnya jauh lebih sedikit dari sebelumnya.

Beberapa bulan kemudian adalah saatnya tes masuk SMA ini. Saya mengikuti tes RSBI dengan rasa yang biasa saja. Saya bahkan tidak belajar apa-apa malam sebelumnya. Tes RSBI ini terdiri atas 4 tahap, tes tertulis yang terdiri atas mata pelajaran yang di-UN-kan, tes IQ, tes TIK, dan wawancara. Pada tes tertulis, saya merasa gagal. Saya tidak membaca petunjuk dengan benar sehingga semua saya isi meskipun ngawur. Padahal penilaiannya sama dengan SNMPTN tertulis. Hari selanjutnya, (kalau tidak salah) diadakan tes IQ. Tes IQ dibagi menjadi 2 sesi, pagi dan siang. Saya mendapat jatah pagi karena ruangan saya hanya ada satu sesi. Pagi itu saya melihat anak-anak lain yang berasal dari SMP unggulan (dilihat dari seragamnya yang "terkenal") belajar untuk tes IQ, sedangkan saya mendengarkan lagu dan membaca novel untuk menghabiskan waktu. Saat waktunya masuk, saya memasuki ruangan tes yang bertempat di ruang multimedia atas. Setelah kurang lebih 4 jam mengerjakan soal-soal yang amat sangat banyak dan memusingkan, saya merasa biasa saja. Mungkin karena terlalu capek. Hari selanjutnya adalah tes TIK. Kami, para calon siswa, diminta untuk membuat sesuatu menggunakan MS Word, Excel, dan Power Point sesuai dengan perintah yang diberikan. Dan sekali lagi, saya merasa gagal. Saya stuck di satu permasalahan yang saya tidak bisa, yaitu rumus MS Excel yang sebelumnya saya tidak pernah dengar, sehingga menghabiskan waktu yang bisa gunakan untuk mengerjakan perintah lainnya. Keesokannya adalah hari terakhir, yaitu wawancara. Alhamdulillah wawancara saya saat itu lancar. Pertanyaan yang diajukan gurunya juga tidak terlalu sulit. Setelah 4 hari yang melelahkan itu, saya mempersiapkan diri untuk tes akselerasi.

Tes akselerasi diadakan seminggu setelah tes RSBI (kalau tidak salah). Tesnya kurang lebih sama, terdiri dari tes tulis dan tes IQ/TPA, dan wawancara. Tes tulis, hari pertama. Saya merasa biasa saja, tidak merasa gagal namun juga tidak merasa berhasil. Soal-soal yang diberikan jauh lebih sulit dibandingkan dengan tes RSBI. Saya berusaha mengerjakan sebisa saya dengan menggunakan rumus-rumus SMP yang saya modifikasi sedemikian rupa secara asal agar mendapat jawaban yang tertera di pilihan dan pengawuran feeling. Hari kedua, TPA, Tes Potensi Akademik. TPA itu semacam tes IQ tanpa soal-soal yang banyak dan membosankan. Saya rasa TPA saya lebih sukses dibandingkan dengan tes-tes sebelumnya karena saya sering mengerjakan soal-soal TPA di bimbel. Kemudian hari terakhir, wawancara. Sebenarnya, di sinilah sebagian besar nasib kami (calon siswa) berada. Psikolog yang berada di dalam ruangan akan "membaca" kami dan memberikan laporan kepada mereka yang mengolah data kami. Pertanyaan yang ditanyakan standar, seperti: cita-cita, apa yang akan dilakukan untuk menyesuaikan diri di aksel, dll. Wawancara harus didampingi orang tua atau wali. Orang tua/wali juga ditanyai. Pertanyaannya juga sama standarnya dengan calon siswa, seperti : bentuk dukungan kepada anak jika diterima. Setelah wawancara itu, perasaan saya terasa lega. Mungkin karena dusah selesai dengan tes-tes masuk itu. Namun, tetap saja saya, tidak, kami harus menunggu hasil.

Sekian minggu kemudian, pengumuman penerimaan keluar. Yang pertama adalah akselerasi. Pengumuman dibuka pukul 00.00, tetapi pada pukul 23.00 sudah bisa dibuka. Saya langsung membuka situs program akselerasi dan men-download daftar nama siswa pendaftar akselerasi. Dan ternyata, saya termasuk manusia beruntung yang berhasil menjadi siswa akselerasi. Saya merasa sangat bahagia sampai berteriak kegirangan tanpa ingat waktu.

ini nama saya yang tercantum dalam daftar - klik untuk perbesar
Pada awalnya, saya belum memutuskan akan mengambil akselerasi atau tidak. Namun, dilihat dari tanggal pendaftaran ulang, saya akhirnya mengambilnya dengan pikiran "Daripada ga diterima sama sekali mending diambil. Kalau ga kuat toh bisa turun ke RSBI.". Saat pengumuman siswa RSBI diumumkan (pengumuman beberapa hari setelah pendaftaran ulang akselerasi ditutup), ternyata saya tidak diterima.

Apakah akhirnya saya menyesal mengambil akselerasi? Tidak. Sama sekali. Seberat apa pun akselerasi, saya tetap bersyukur bisa menjadi bagian dari sesuatu yang luar biasa. Sekeras apa pun tes mental yang dihadapi di akselerasi, saya tetap merasa legawa menjadi 1 dari 47 siswa yang ada. Guru-guru yang mengajar kami adalah guru-guru terbaik yang pernah saya dapatkan. Teman-teman yang saya dapatkan adalah teman-teman yang bisa mengerti pemikiran sesama. Saya bangga bisa menjadi bagian dari keluarga-kecil-namun-bahagia ini. Anggotanya memang tidak mencapai 50 orang satu angkatan, namun kami saling mendukung dalam kekalahan-dalam-jumlah kami.

Saya bangga.
Saya lega.
Saya bahagia.
Saya tidak akan pernah menyesal.
Mengenal kalian.
Menjadi bagian dari keluarga ini bersama kalian.

Salam

Shabrina Kuswardani

5 komentar: